Shalat menurut bahasa adalah doa, sedangkan menurut syariat sholat adalah
ucapan atau perbuatan tertentu yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan
salam. Sholat mempunyai pengertian mengkonsentrasikan akal pikiran kepada Allah
untuk sujud kepada-Nya dan bersyukur serta meminta pertolongan kepadanya atau
berarti doa.
Shalat menempati rukun kedua setelah membaca kedua kalimat syahadat, serta
menjadi lambang hubungan yang kokoh antara Allah dan hamba-Nya. Allah
mewajibkan kita mengerjakan shalat sebanyak lima kali dalam sehari. Akan tetapi
setiap pelaksanaan dan praktik mengenai shalat berbeda antara yang satu dengan
yang lainnya. Ada yang yang mengikuti aturan yang sudah diperintahkan oleh
Rasulullah Saw., namun ada juga yang tidak mengikuti aturan nabi.
Shalat jamaah adalah suatu ikatan pertalian yang terdiri dari imam dan
ma’mum walaupun satu. Shalat jamaah merupakan kekhususan untuk umat sekarang
ini. Jadi umat sebelum nabi Muhammad tidak disyariatkan adanya jamaah.
Menurut Muhammad bin Qosim dan Imam Rafi’i dalam kitab Fathul Qorib, hukum
shalat berjamaah bagi laki-laki adalah sunnah mu’akkad. Sedangkan menurut Imam
Nawawi shalat jamaah adalah fardu kifayah.
Dalam kitab i’anatuttholibin Imam Abi Bakar Utsman Syato’ menukil
pendapatnya Imam Al Manawi berkata bahwa hikmah disyariatkannya jama’ah adalah
terselenggaranya rangkaian kerukunan diantara orang-orang yang sholat, karena
itu disyariatkan dilaksanakan di masjid supaya bisa saling bertemu antar
tetangga di waktu-waktu sholat. Melaksanakan shalat lima waktu dengan berjamaah
termasuk ibadah termulia dan cara terbaik untuk mendekatkan diri kepada Allah. Kesempatan
saling bertemu di masjid itulah sebagai langkah awal membangun kebersamaan
dalam segala bidang, sehingga dalam diri mereka dan lingkungan masyarakat
setempat terpancar siraman ruhani yang dapat membentuk akhlakul karimah.
Akhlakul karimah berasal dari dua kata yakni akhlak dan
karimah. akhlak berarti budi pekerti, tingkah laku, perangai, sedangkan
karimah berarti kemuliaan, kedermawanan, murah hati, dermawan. Selanjutnya
Partanto dan Al Barry mendefinisikan akhlakul karimah sebagai akhlak mulia
(agung atau luhur). Akhlak pada dasarnya adalah sikap yang melekat pada
diri seseorang secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan.
Maka dengan demikian, akhlakul karimah adalah sikap positif yang melekat pada
diri seseorang yang diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan yang merupakan
manifestasi keimanan dan keislamannya.
Dari Ibnu Umar r.a bahwa Rasulullah saw.
bersabda, ”Shalat jama’ah
melebihi shalat sendirian dengan (pahala) dua puluh tujuh derajat.”
Pada shalat jamaah
terkandung didalamnya makna ta`awun `alal biri wa taqwa (tolong
menolong dalam kebajikan dan takwa) serta amar ma`ruf dan nahi mungkar.
Hal ini terlihat pada saat implementasinya, dimana kaum muslimin bersama-sama
berdiri dihadapan Allah di dalam barisan (shaff) yang teratur
dengan dipimpin oleh seorang imam, ibarat sebuah bangunan yang kokoh sehingga
mencerminkan kekuatan dan persatuan kaum muslimin.
Shalat berjama`ah merupakan bentuk penanaman akhlakul
karimah yakni melahirkan rasa kelembutan dan kasih sayang sesama muslim,
menghilangkan sifat kesombongan dan besar diri serta dapat mempererat ikatan
persaudaran seagama (ukhuwah islamiyah) maka terjadilah interaksi
langsung antara kalangan tua dengan yang muda dan antara orang kaya dan yang
miskin.
Akhlak merupakan pondasi
yang kokoh bagi terciptanya hubungan baik antara hamba dengan Allah swt (hablumminallah)
dan antar sesama (hablumminannas). Akhlak yang mulia (akhlakul
karimah) tidak lahir begitu saja sebagai kodrat manusia, atau terjadi
secara tiba-tiba. Akan tetapi, membutuhkan proses panjang serta manifetasi
seumur hidup melalui pembelajaran atau pendidikan akhlak yang sistematis.
Pendidikan akhlak yang
sistematis adalah pendidikan yang terdapat dalam sholat jamaah. Sebab
didalamnya mengandung nilai jasmani
maupun rohani. Nilai jasmani merupakan efek dari adanya peraturan dhohir
yang sudah di kemas dalam perspektif fikih seperti mulai ketika bersuci
membersihkan diri dari hadas dan najis. Sedangkan nilai rohani merupakan efek
dari adanya peraturan bathin yang sudah di kemas dalam perspektif
tasawwuf seperti khusyuk dalam shalat berjamaah. Sehingga dengan peraturan
dhahir dan bathin tersebut akan menimbulkan pengaruh positif seperti munculnya
akhlakul karimah dalam diri seseorag.
Sumber:
Syaikh Zainudin Al
Malibari, Fathul Mu’in, Semarang : Thoha Putra
Fuad Ifram al
Bustani, Munjid Aththullahm, Beirut : Darul Masyriq, 1956
Hilmi Al-Khuli, Menyingkap
Rahasia Gerakan-gerakan Shalat, Jogjakarta: Diva Press, 2012), cet. XVIII,
Lubna Mitsly, Kesalahan-kesalahan
yang Paling Sering dilakukan Saat Shalat, Jogjakarta : Diva Press, 2011
Muhammad bin
al-Qosim, Fathul Qorib, Semarang : Toha Putra
Fadhl Ilahim, Shalat
Berjamaah bersama Rasulullah, Yogyakarta : Manhaj, 2010
A. Partanto, dan
M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer Surabaya: Arkola,
1994
Tidak ada komentar:
Posting Komentar