Rabu, 08 Juni 2016

Pola Pembaharuan Pendidikan Islam



Pola Pembaharuan Pendidikan Islam

Dengan meperhatikan berbagai macam sebab kemunduran dan kelemahan umat Islam serta kemajuan dan kekuatan yang dialami oleh bangsa Barat, maka secara garis besarnya pembahruan umat islam terbagi menjadi tiga pola, yaitu:
1.      Golongan yang berorientasi pada pola pendidikan modern di Barat.
pada dasarnya mereka berpandangan bahwa sumber kekuatan dan kesejahteraan bangsa Barat disebabkan oleh perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi modern yang mereka capai. Dan pengembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan bangsa barat tidak lain bersumber dari yang pernah berkembang dari dunia Islam. Oleh karena itu, maka untuk mengembalikan kekuatan dan kejayaan umat Islam, sumber kekuatan dan kejayaan tersebut harus dikuasai kembali. Cara pengembalian itu tidak lain adalah melalui pendidikan, karena pola pendidikan Barat dipandang sukses dan efektif, maka harus meniru pola Barat yang sukses itu. Mereka berpandangan bahwa usaha pembaharuan pendidikan Islam adalah dengan jalan mendirikan lembaga pendidikan / sekolah dengan pola pendidikan Barat, baik sistem maupun isi pendidikannya. Jadi intinya, Islam harus meniru Barat agar bisa maju. Pembaharuan pendidikan dengan pola Barat, mulai timbul di Turki Utsmani akhir abad ke 11 H / 17 M setelah mengalami kalah perang dengan berbagai negara Eropa Timur pada masa itu.


2.      Gerakan pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi pada sumber ajaran Islam yang murni
Pola ini berpandangan bahwa sesungguhnya Islam sendiri merupakan sumber bagi kemajuan  dan perkembangan peradaban dan ilmu pengetahuan modern. Dan Islam telah membuktikannya pada masa kejayaannya. Menurut analisa mereka, sebab kemunduran umat Islam, adalah karena tidak lagi melaksanakan ajaran-ajaran Islam dengan semestinya. Ajaran Islam yang mengandung sumber kemajuan dan kekuatan telah ditinggalkan dan melaksanakan ajaran-ajaran Islam yang tidak murni yang dimulai sejak berhentinya perkembangan filsafat Islam dan ditinggalkannya pola pemikiran secara rasional yangt dialihka kearah pemikiran yang pasif.  Dan selain itu, menutupnya pintu ijtihad membuat berkurangnya daya kemampuan umat Islam untuk mengatasi poblematika hidup yang terus berubah.
Pola pembaharuan ini telah dirintasi oleh Muhammad bin Abdul Wahab, kemudian dicanangkan kembali oleh Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh (akhir abad 19 M). Menurut Jamaluddin Al-Afghani, pemurnian ajaran Islam dengan kembali kepada Al-Qur’an dan Hadist dalam artinya yang sesungguhnya, tidaklah mungkin tidak dilakukan. Ia berkeyakinan bahwa Islam adalah sesuai untuk semua bangsa, zaman dan semua keadaan.
Dalam hal ini, apabila ditemukan adanya pertentangan antara ajaran Islam dengan kondisi yang ada pada perubahan zaman, penyesuaian akan diperoleh dengan mengadakan interpretasi baru pada ajaran Islam. Oleh karenanya, pintu ijtihad harus dibuka.
Menurut Jamaluddin Al-Afghani, kemunduran umat Islam bukanlah karena Islam, sebagaimana dianggap oleh kebanyakan orang karena tidak sesuai dengan perubahan zaman dan kondisi baru. Umat Islam mundur, karena telah meninggalkan ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya dan mengikuti ajaran yang datang dari luar lagi asing bagi Islam. Jadi, umat Islam harus kembali kepada ajaran Islam murni yang tidak terkontaminasi oleh ajaran dan paham asing. Kalau manusia berpedoman kepada agama, ia tidak sesat untuk selama-lamanya.


3.      Usaha pembaharuan pendidikan yang berorientasi pada nasionalisme.
Rasa nasionalisme muncul bersamaan dengan  berkembangan pola kehidupan modern yang dipelopori oleh bangsa Barat. bangsa barat dapat maju dan berkembang dikarenakan rasa nasionalismenya yang kemudian menimbulkan kekuatan-kekuatan politik yang berdiri sendiri. Dan hal ini mendorong pada umumnya bangsa-bangsa timur dan bangsa yang terjajah, menyorrakan semangat nasionalisme masing-masing. Umat Islam menyadari keberagaman bangsa yang berlatar belakang dan sejarah yang berbeda-beda. Mereka hidup beragama dengan agama lainnya yang sebangsa. Dan hal ini mendorong perkembangan rasa nasionalisme di dunia Islam.
Golongan nasionalis ini berusaha memperbaiki kehidupan umat Islam dengan memperhatikan situasi dan kondisi obyektif masyarakat pada umumnya dan umat Islam pada khususnya dengan emngambil unsure-unsur  yang berasal dari warisan bangsa yang bersangkutan.
Sebagai akibat dari usaha-usaha pembaharuan pendidikan Islam yang dilaksanakan dalam rangka untuk mengejar kekurangan dan keinggalan dari dunia barat dalam segala aspek kehidupan, maka terdapat kecenderungan adanya dualisme dalam sistem pendidikan umat Islam. Usaha pendidikan modern yang sebagaimana telah diuraiankan yang berorientasi pada tiga pola pemikiran, membentuk suatu sistem atau pola pendidikan modern, yang mengambil pola sistem pendidikan barat dengan penyesuaian-penyesuaian dengan Islam dan kepentingan nasional. Di samping tetap menjalankan mempertahankan pendidikan tradisional yang telah ada.
Sistem pendidikan modern, pada umumnya dilaksanakan oleh pemerintah yang pada mulanya untuk memenuhi tenaga ahli untuk kepentingan pemerintah, dengan menggunakan kurikulum dan pengembangan ilmu-ilmu pengetahuan modern. Sedangkan sistem pendidikan tradisional yang merupakan sisa-sisa dan pengembangan sistem zawiyah, ribat atau pondok pesantren dan madrasah yang telah ada di kalangan masyarakat, pada umumnya tetap mempertahankan kurikulum tradisional yang hanya memberikan pendidikan dan pengajaran keagamaan. Dualisme sistem pola pendidikan inilah yang selanjutnya mewarnai pendidikan Islam di semua negara dan masyarakat Islam, di zaman modern. Dualisme ini pula yang merupakan problema pokok yang dihadapi oleh usaha pembaharuan pendidikan Islam.

Sumber:
Dra. Zuhaini dkk. Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,1986), hal. 116-117

Tidak ada komentar:

Posting Komentar