Pola Pembaharuan Pendidikan Islam
Dengan meperhatikan
berbagai macam sebab kemunduran dan kelemahan umat Islam serta kemajuan dan
kekuatan yang dialami oleh bangsa Barat, maka secara garis besarnya pembahruan
umat islam terbagi menjadi tiga pola, yaitu:
1. Golongan
yang berorientasi pada pola pendidikan modern di Barat.
pada dasarnya mereka
berpandangan bahwa sumber kekuatan dan kesejahteraan bangsa Barat disebabkan
oleh perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi modern yang
mereka capai. Dan pengembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan bangsa barat tidak
lain bersumber dari yang pernah berkembang dari dunia Islam. Oleh karena itu,
maka untuk mengembalikan kekuatan dan kejayaan umat Islam, sumber kekuatan dan
kejayaan tersebut harus dikuasai kembali. Cara pengembalian itu tidak lain
adalah melalui pendidikan, karena pola pendidikan Barat dipandang sukses dan
efektif, maka harus meniru pola Barat yang sukses itu. Mereka berpandangan bahwa usaha pembaharuan pendidikan
Islam adalah dengan jalan mendirikan lembaga pendidikan / sekolah dengan pola
pendidikan Barat, baik sistem maupun isi pendidikannya. Jadi intinya, Islam
harus meniru Barat agar bisa maju. Pembaharuan
pendidikan dengan pola Barat, mulai timbul di Turki Utsmani akhir abad ke 11 H
/ 17 M setelah mengalami kalah perang dengan berbagai negara Eropa Timur pada
masa itu.
2. Gerakan
pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi pada sumber ajaran Islam yang
murni
Pola ini berpandangan
bahwa sesungguhnya Islam sendiri merupakan sumber bagi kemajuan dan
perkembangan peradaban dan ilmu pengetahuan modern. Dan Islam telah
membuktikannya pada masa kejayaannya. Menurut analisa mereka, sebab kemunduran
umat Islam, adalah karena tidak lagi melaksanakan ajaran-ajaran Islam dengan
semestinya. Ajaran Islam yang mengandung sumber kemajuan dan kekuatan telah
ditinggalkan dan melaksanakan ajaran-ajaran Islam yang tidak murni yang dimulai
sejak berhentinya perkembangan filsafat Islam dan ditinggalkannya pola
pemikiran secara rasional yangt dialihka kearah pemikiran yang pasif. Dan
selain itu, menutupnya pintu ijtihad membuat berkurangnya daya kemampuan umat
Islam untuk mengatasi poblematika hidup yang terus berubah.
Pola pembaharuan ini telah dirintasi oleh Muhammad bin Abdul Wahab,
kemudian dicanangkan kembali oleh Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh
(akhir abad 19 M). Menurut Jamaluddin Al-Afghani, pemurnian ajaran Islam dengan
kembali kepada Al-Qur’an dan Hadist dalam artinya yang sesungguhnya, tidaklah
mungkin tidak dilakukan. Ia berkeyakinan bahwa Islam adalah sesuai untuk semua
bangsa, zaman dan semua keadaan.
Dalam hal ini, apabila ditemukan adanya pertentangan antara ajaran Islam
dengan kondisi yang ada pada perubahan zaman, penyesuaian akan diperoleh dengan
mengadakan interpretasi baru pada ajaran Islam. Oleh karenanya, pintu ijtihad
harus dibuka.
Menurut Jamaluddin Al-Afghani, kemunduran umat Islam bukanlah karena Islam,
sebagaimana dianggap oleh kebanyakan orang karena tidak sesuai dengan perubahan
zaman dan kondisi baru. Umat Islam mundur, karena telah meninggalkan
ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya dan mengikuti ajaran yang datang dari luar
lagi asing bagi Islam. Jadi, umat Islam harus kembali kepada ajaran Islam murni
yang tidak terkontaminasi oleh ajaran dan paham asing. Kalau manusia berpedoman
kepada agama, ia tidak sesat untuk selama-lamanya.
3. Usaha
pembaharuan pendidikan yang berorientasi pada nasionalisme.
Rasa nasionalisme muncul bersamaan
dengan berkembangan pola kehidupan modern yang dipelopori oleh bangsa
Barat. bangsa barat dapat maju dan berkembang dikarenakan rasa nasionalismenya
yang kemudian menimbulkan kekuatan-kekuatan politik yang berdiri sendiri. Dan
hal ini mendorong pada umumnya bangsa-bangsa timur dan bangsa yang terjajah, menyorrakan
semangat nasionalisme masing-masing. Umat Islam menyadari keberagaman bangsa
yang berlatar belakang dan sejarah yang berbeda-beda. Mereka hidup beragama
dengan agama lainnya yang sebangsa. Dan hal ini mendorong perkembangan rasa
nasionalisme di dunia Islam.
Golongan nasionalis
ini berusaha memperbaiki kehidupan umat Islam dengan memperhatikan situasi dan
kondisi obyektif masyarakat pada umumnya dan umat Islam pada khususnya dengan
emngambil unsure-unsur yang berasal dari warisan bangsa yang
bersangkutan.
Sebagai akibat dari
usaha-usaha pembaharuan pendidikan Islam yang dilaksanakan dalam rangka untuk
mengejar kekurangan dan keinggalan dari dunia barat dalam segala aspek
kehidupan, maka terdapat kecenderungan adanya dualisme dalam sistem pendidikan
umat Islam. Usaha pendidikan modern yang sebagaimana telah diuraiankan yang
berorientasi pada tiga pola pemikiran, membentuk suatu sistem atau pola
pendidikan modern, yang mengambil pola sistem pendidikan barat dengan
penyesuaian-penyesuaian dengan Islam dan kepentingan nasional. Di samping tetap
menjalankan mempertahankan pendidikan tradisional yang telah ada.
Sistem pendidikan
modern, pada umumnya dilaksanakan oleh pemerintah yang pada mulanya untuk
memenuhi tenaga ahli untuk kepentingan pemerintah, dengan menggunakan kurikulum
dan pengembangan ilmu-ilmu pengetahuan modern. Sedangkan sistem pendidikan
tradisional yang merupakan sisa-sisa dan pengembangan sistem zawiyah, ribat
atau pondok pesantren dan madrasah yang telah ada di kalangan masyarakat, pada
umumnya tetap mempertahankan kurikulum tradisional yang hanya memberikan
pendidikan dan pengajaran keagamaan. Dualisme sistem pola pendidikan inilah
yang selanjutnya mewarnai pendidikan Islam di semua negara dan masyarakat
Islam, di zaman modern. Dualisme ini pula yang merupakan problema pokok yang
dihadapi oleh usaha pembaharuan pendidikan Islam.
Sumber:
Dra. Zuhaini dkk. Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Direktorat
Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,1986), hal. 116-117
Tidak ada komentar:
Posting Komentar